Selamat Tinggal, Novel terbaru Tere Liye: Sindiran yang menyadarkan.

Setelah berbulan menanti novel terbaru karya salah satu penulis kesukaanku, akhirnya bulan November lalu rilis juga hehe. Ini dia novelnya manteman!


Judul: Selamat Tinggal

Penulis: Tere Liye

Jumlah halaman : 360


    Awalnya aku menduga novel ini akan bercerita tentang 'selamat tinggal' yang cinta-cintaan, ternyata enggak dongs wkwk. Lebih bermakna dari sekedar kata 'selamat tinggal'. Seperti biasa, novel karya Tere Liye selalu mengajarkan dan menyadarkan banyak hal tentang hidup dengan gaya cerita yang sering bikin terenyuh. Namun, novel kali ini agak berbeda, menurutku Tere Liye menyuguhkan cerita yang berani, tegas, lugas, menyindir sekaligus menyadarkan. 



    Novel ini berkisah tentang kehidupan Sintong Tinggal, mahasiswa sastra yang sedang berusaha meyelesaikan tugas akhir (skripsi) pada semester ke-13. Selain sebagai mahasiswa abadi, Sintong bekerja ditoko buku milik Pamannya, sejak ia pertama berkuliah. Tahun pertama dan kedua kuliah berjalan gemilang, prestasi Sintong mengagumkan, namun sejak memasuki tahun ketiga dan seterusnya, kehidupan Sintong berubah drastis. Apa penyebabnya??? Cuss langsung baca novelnya manteman 😉

    Tenaaang, bukan itu inti cerita novel ini, hanya sebagian dari cerita kehidupan pribadi Sintong. Semester ke-13 adalah kesempatan terakhir Sintong untuk menyelesaikan studinya sebelum akhirnya surat Drop Out (DO) dilayangkan. Beruntungnya, Sintong menemukan ide menarik tentang skripsi yang akan dibahasnya (setelah berkali-kali berganti judul) yaitu tentang Sutan Pane, penulis terbaik era 1930-1965 yang mendadak hilang menjelang peristiwa besar di tahun 1965. Seiring dengan penyelesaian skripsinya, banyak hal penting yang terjadi pada hidup Sintong dan orang-orang disekitarnya. 

Begitulah sedikit spoilernya manteman, hehe. 

    Latar cerita yang digambarkan sangat kekinian, relate sekali dengan kehidupan sekarang. Bukan hanya menghibur, novel ini juga mengedukasi dan menampilkan banyak pelajaran tentang kehidupan serta pesan moral yang melimpah. Diantaranya yaitu, Jangan takut untuk menyuarakan dan mengambil keputusan. Kalau memang tidak baik, tinggalkan. Selalu ada jalan kalau mau memperbaiki.

    Teruntuk para penikmat karya bajakan, cerita ini akan sangat mengusik nurani, meski fiksi namun dapat dibenarkan dan mudah-mudahan dapat membangun kesadaran. Sudahlah, mari kita mulai mengurangi dan bertekad untuk berhenti menjadi konsumen karya bajakan, baik itu dalam bentuk buku, film, barang, dan masih banyak lainnya. Sudah seharusnya kita 'menghargai 'sebuah karya' sebagaimana mestinya'.


Happy reading :) 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ringkasan Buku: Start With Why, Karya Simon Sinek

Ringkasan Buku 'Nyaman Tanpa Beban' Karya Kim Suhyun

Pembelajaran Penting dari Novel Arah Musim